Komunisme dan homoseksualitas
Artikel ini merupakan bagian dari seri mengenai: |
Komunisme |
---|
![]() |
Pandangan terhadap hak asasi LGBT dan homoseksualitas dalam sejarah komunisme beragam. Meskipun homoseksualitas dianggap oleh beberapa orang komunis sebagai "salah satu efek sosialitas kapitalis"[1][2] dan produk borjuis,[3][4][5] beberapa orang komunis yang paling terkini berpendapat bahwa kebebasan gay dan kesetaraan LGBT adalah sebuah masalah penting.[6][7][8]
Karl Marx sendiri sangat jarang mendiskusikan seksualitas. Pada 1917 di Republik Sosialis Federatif Soviet Rusia, Vladimir Lenin mendekriminalisasikan homoseksualitas, dan membolehkan orang homoseksual untuk menjabat dalam pemerintahan. Joseph Stalin mengkriminalisasikan kembali homoseksualitas pada 1933.[9][10]
Status di negara-negara komunis
suntingTiongkok
suntingHomoseksualitas didekriminalisasikan di Tiongkok pada 1997 dan dihapuskan sebagai penyakit mental pada 2002.[11] Masyarakat Tionghoa sendiri menjadi lebih toleran terhadap homoseksualitas,[12] dan Li Yinhe, seorang anggota Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok, adalah seorang aktivis hak asasi LGBT.[13]
Kuba
suntingSebelum Revolusi Kuba, Kuba memiliki hukum yang mengkriminalisasikan dan menargetkan laki-laki gay, yang disebut maricón, (sebuah istilah yang sama dengan "maho" dalam bahasa Indonesia).[14][15] Homoseksualitas laki-laki adalah bagian utama dari industri prostitusi di Kuba[16] untuk pengunjung dan pelayan Amerika[17] dan dikaitkan dengan aktivitas judi dan kejahatan.[18]
Tak lama setelah Revolusi Kuba, pandangan para pemimpin Kuba terhadap masalah homoseksualitas menjadi berbalik, dan toleransi terhadap orang-orang LGBT dilakukan di Kuba.
Laos
suntingSejak Pathet Lao yang terjadi pada 1975, pemerintah Laos sangat mendiamkan hak asasi LGBT dan homoseksualitas itu sendiri. Homoseksualitas tidak dianggap sebagai kejahatan di Laos, namun homoseksualitas perempuan dipandang sebaliknya meskipun homoseksualitas laki-laki lebih dihargai. Pertumbuhan jumlah homoseksualitas di Laos berlanjut.[19]
Vietnam
suntingMedia yang dijalankan negara di Vietnam pada 2002 menyebut homoseksualitas sebagai "kejahatan sosial"; membandingkannya dengan prostitusi dan judi, dan mendukung hukum-hukum yang menentangnya.[20] Hingga 2009[update], hukum seperti itu tidak diperkenalkan. Di lain pihak, Surat Kabar Pemuda Komunis menampilkan sebuah kisah yang menyatakan bahwa "beberapa orang terlahir gay, seperti halnya beberapa orang yang terlahir kidal".[21] Menurut sebuah studi yang diambil di Ho Chi Minh City pada 2007[update], hanya 20% murid sekolah tinggi di Vietnam yang percaya bahwa gay adalah "hal buruk", dan bahwa 25% anak sekolahan Vietnam percaya bahwa 10% dari teman-teman sekelasnya mungkin gay.[22]
Pada 5 Agustus 2012, Vietnam mentuanrumahi pawai gay pertamanya.
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- Catatan
- Daftar pustaka
- Kelliher, Diarmaid (2014). "Solidarity and Sexuality: Lesbians and Gays Support the Miners 1984–5". History Workshop Journal. Oxford Journals. 77 (1): 240–262. doi:10.1093/hwj/dbt012.
- Skeates, Les (1 March 2007). "Remembering Mark Ashton and Some 'Lost' Time". Outside The Gates. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-08-13. Diakses tanggal 2015-05-28.
- Timmons, Stuart (1990). The Trouble with Harry Hay: Founder of the Modern Gay Movement. Boston: Alyson Publications. ISBN 978-1555831752.
- ^Heidi Minning. Who is the 'I' in "I love you"?: The negotiation of gay and lesbian identities in former East Berlin, Germany. Anthropology of East Europe Review, Volume 18, Number 2, Autumn 2000
- Abrahams, Fred (1996). Human Rights in Post-Communist Albania. Human Rights Watch. hlm. 169. ISBN 9781564321602. Diakses tanggal 8 March 2015.
- Robinson, Lucy (2007). Gay men and the left in post-war Britain: How the personal got political. Manchester University Press. hlm. 12–13. ISBN 9781847792334. Diakses tanggal 29 Maret 2015.