Perang Dingin II

artikel daftar Wiki How

Perang Dingin Kedua,[1][2] Perang Dingin II[3][4] atau Perang Dingin Baru[5][6] merupakan sebuah istilah yang digunakan oleh berbagai pengamat perpolitikan dunia untuk menggambarkan adanya ketegangan politik dan militer pada abad ke-21 yang meningkat antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan ketegangan yang terjadi antara Amerika Serikat dan Rusia, negara penerus dari Uni Soviet, yang merupakan salah satu kontestan utama pada Perang Dingin hingga pembubarannya pada tahun 1991. Beberapa pengamat telah menggunakan istilah tersebut untuk membandingkan dengan Perang Dingin yang asli. Beberapa pengamat lain justru meragukan bahwa salah satu ketegangan akan mengarah pada "perang dingin" lain atau telah berhati-hati untuk menggunakan istilah tersebut dalam merujuk terhadap salah satu ataupun kedua ketegangan tersebut.

Peta yang menunjukkan letak tiga negara besar yang mungkin bisa terlibat dalam skenario "Perang Dingin II": Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok.

Perang Dingin yang pertama merupakan persaingan geopolitik antara dunia Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan dunia Komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet. Perang tersebut berlangsung sejak pertengahan 1940-an sampai 1991. Istilah "Perang Dingin II" mengacu pada kelanjutan persaingan antara NATO dan Rusia, pengganti Uni Soviet yang diakui secara internasional. Meski tokoh-tokoh terkenal seperti Mikhail Gorbachev memberi peringatan pada tahun 2014, perihal konfrontasi politik Rusia–Barat atas Krisis Ukraina,[7] bahwa dunia berada di ambang Perang Dingin Baru atau bahkan sedang mengalaminya,[8] tokoh lainnya berpendapat bahwa istilah tersebut tidak bisa dipakai untuk menjelaskan hubungan Rusia dengan Barat.[9] Walaupun ketegangan baru antara Rusia dan Barat mirip sekali dengan ketegangan era Perang Dingin sebenarnya, misalnya perebutan pengaruh di Eropa, ada pula sejumlah perbedaan besar seperti eratnya hubungan ekonomi Rusia saat ini dengan dunia luar yang mengekang tindakan Rusia[10] namun membuka jalan bagi Rusia untuk memengaruhi negara lain.[11] Konfrontasi baru ini melibatkan Jerman sebagai pemain geopolitik utama di Eropa[12][13] untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II berakhir.[14][15]

Ketegangan di kawasan lain

sunting

Selain di Eropa, Rusia dan Barat juga berebut pengaruh di kawasan lain, termasuk Timur Tengah Raya dan Asia Tengah. Berbeda dengan Amerika Serikat, Rusia merupakan pendukung Bashar al-Assad pada Perang Saudara Suriah.[16] Rusia juga menentang tindakan Barat di Libya dan Irak.[17] Barat dan Rusia (serta Tiongkok) juga berebut pengaruh di lima negara Asia Tengah bekas Soviet dalam ajang "Permainan Besar Baru".[18][19][20] Namun demikian, baik Rusia maupun Barat mendukung upaya-upaya membendung militan Islam di Asia Tengah.[21] Rusia juga berusaha memproyeksikan pengaruh militer dan ekonominya di Amerika Latin, kawasan yang memiliki hubungan ekonomi dan politik erat dengan Amerika Serikat.[22][23] Rusia dan anggota NATO juga sama-sama mengklaim wilayah di Arktik.[24] Norwegia memberitahu NATO untuk bersiap-siap menghadapi ketegangan di kawasan tersebut.[25] Pesawat tempur NORAD telah dikerahkan untuk menanggapi keberadaan pesawat Rusia di dekat ruang udara Kanada di Arktik.[26]

Amerika Serikat dengan Tiongkok

sunting
Tiongkok dan Amerika Serikat

Pejabat senior pertahanan AS Jed Babbin,[27] Profesor Universitas Yale David Gelernter,[28] redaktur Firstpost R. Jagannathan,[29] Subhash Kapila dari Grup Analisis Asia Selatan,[30] mantan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd,[31] dan beberapa sumber lainnya[32] telah menggunakan istilah tersebut (kadang-kadang menggunakan istilah Perang Dingin Pasifik) [27] untuk merujuk pada ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok pada tahun 2000-an dan 2010-an.

Pembicaraan tentang "Perang Dingin baru" antara blok negara-negara yang dipimpin Amerika Serikat di satu sisi dan poros Beijing-Moskow diduga, termasuk referensi eksplisit untuk itu di media resmi RRC, diintensifkan pada musim panas 2016 sebagai akibat dari sengketa wilayah di Laut Tiongkok Selatan,[33] ketika Tiongkok menentang putusan Pengadilan Tetap Arbitrase terhadap Tiongkok dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan, dan AS mengumumkan pada Juli 2016 akan mengerahkan Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) di Korea Selatan, sebuah langkah yang dibenci oleh Tiongkok serta Rusia dan Korea Utara.[34]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting