Mira Lesmana

produser film Indonesia

Mira Lesmanawati (lahir 8 Agustus 1964) adalah seorang produser Indonesia dan termasuk sineas yang "menghidupkan kembali" perfilman Indonesia pada tahun 2000-an. Ia adalah putri dari musikus jazz legendaris Indonesia, Jack Lesmana dan penyanyi Indonesia, Nien Lesmana sekaligus kakak dari musikus jazz Indonesia, Indra Lesmana.

Mira Lesmana
Mira Lesmana saat wawancara dengan Narasi, September 2020
LahirMira Lesmanawati
8 Agustus 1964 (umur 59)
Jakarta, Indonesia
AlmamaterInstitut Kesenian Jakarta
Pekerjaan
Tahun aktif1980 - sekarang
Suami/istri
(m. 1990)
Anak2
Orang tuaJack Lesmana (ayah)
Nien Lesmana (ibu)
KeluargaIndra Lesmana (adik)
Eva Celia (keponakan)
Lulu Antariksa (keponakan)
IMDB: nm0504205 Allocine: 622772 Allmovie: p350544
Twitter: MirLes Instagram: mirles Musicbrainz: 8f3d9e8e-89f9-4826-b942-7884dd38d739

Lulusan Institut Kesenian Jakarta yang dikenal sebagai produser bertangan dingin ini memulai kariernya di perusahaan periklanan. Pada tahun 1996 dia mendirikan Miles Productions, yang kemudian memproduksi beberapa film-film sukses seperti Ada Apa Dengan Cinta dan Petualangan Sherina serta Laskar Pelangi. Dalam karya-karyanya, Mira kerap berpartner dengan sahabatnya, sutradara Riri Riza. Mira adalah kakak kandung dari musisi Indra Lesmana, dan menikah dengan aktor Mathias Muchus.

Kehidupan awal

sunting
Mira Lesmana saat wawancara dengan Narasi, September 2020

Mira Lesmanawati atau yang lebih dikenal sebagai Mira Lesmana lahir di Jakarta, 8 Agustus 1964. Ia adalah anak dari tokoh jazz ternama Indonesia, Jack Lesmana dan penyanyi senior tahun 1960-an berdarah Jawa, Nien Lesmana. Mira Lesmana mempunyai seorang adik laki-laki, Indra Lesmana, yang juga seorang musisi jazz terkenal Indonesia.[1]

Lahir dari keluarga musikus rupanya tidak menarik minat Mira untuk mengikuti jejak mereka. Sejak kecil ia sudah ikut les privat piano tapi tidak menunjukkan perkembangan signifikan. Bertahun-tahun belajar ia merasa tidak pintar dan mulai berpikir bahwa bakatnya bukanlah di sana. Meski demikian, ia memiliki ketertarikan sebagai penulis lagu.[1]

Hobi membaca dan mendengarkan dongeng dari guru SD-nya. Kebiasaan ini yang membuatnya tertarik pada sastra dan tulisan. Cita-citanya semasa kecil adalah menjadi seorang ilmuwan atau detektif. Nilai-nilainya di sekolah membuatnya sering menjadi juara kelas semasa sekolah. Film besutan George Lucas, Star Wars Episode IV: A New Hope (1977), mengubah arah cita-citanya. Ia terinspirasi untuk menjadi pembuat film setelah menonton film ini.[1]

Di usia 16 tahun, Indra memintanya untuk membantu proses penulisan lirik lagu. Kolaborasi dengan melodi piano yang diciptakan Indra ternyata membuahkan hasil. Lagu pertama yang ditulis Mira ini berhasil mengantarkan Indra mendapatkan beasiswa di New South Wales Conservatorium of Music di Australia. Tahun 1979, Mira sekeluarga pindah ke Australia untuk menemani Indra yang sekolah di sana. Ketertarikan Mira pada film semakin bertambah ketika tinggal di Sydney. Sepulang sekolah, ia hampil selalu menonton film, entah itu di bioskop atau di rumah bersama orang tuanya. Meskipun belajar bahasa Inggris di Indonesia sebelumnya, Mira tetap saja merasa kesulitan dengan aksen Australia di waktu-waktu awal kedatangannya. Hobi nonton filmnya secara tidak langsung berguna untuk membantunya belajar bahasa Inggris, selain dari buku cerita.[2]

Dari sekadar menonton film untuk hiburan, lama-lama rasa ingin tahunya berkembang. Ibu dua anak ini jadi tertarik untuk mengetahui proses dan tokoh dibalik pembuatan sebuah film. Lulus SMA dari Australia International Independent School, ia memutuskan untuk lanjut studi ke sekolah film di Australia. Tapi niat tersebut urung dilaksanakan karena bertepatan dengan lulusnya Indra dari beasiswa pendidikan musiknya yang berarti harus kembali ke Indonesia.[1]

Ia memutuskan untuk kuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) mengambil jurusan Penyutradaraan pada tahun 1983. Dua tahun membekali diri dengan ilmu sutradara film, ia memutuskan untuk langsung praktik dengan terjun ke dunia periklanan.[1]

Karier

sunting

Awal karier

sunting

Mira memulai kariernya di sebuah perusahaan periklanan. Pengalaman pertamanya di produksi film adalah ketika membuat iklan layanan masyarakat bersama sutradara Garin Nugroho. Berbagai iklan kreatif untuk berbagai merek telah dibuatnya sepanjang kariernya di dunia iklan.[1]

Pada 14 Februari 1990, ia resmi dipinang aktor muda populer masa itu, Mathias Muchus. Setelah menikah, ia mencoba untuk menulis lagu seperti yang pernah dilakukannya semasa remaja. Ia menulis beberapa lagu untuk adiknya dan satu lagu untuk album penyanyi Chrisye, Sendiri Lagi (1993). Sebelum akhirnya memilih berkarier sendiri, Mira sempat menjadi co-producer di dalam film yang berjudul Ceh Kucak Gayo pada tahun 1995.[1]

Karier film

sunting

Berkutat selama delapan tahun di dunia periklanan tidak membuat mimpinya untuk menjadi orang dibali layar film benar-benar luntur. Ia memutuskan untuk banting setir ke dunia perfilman dengan mendirikan Miles Films pada Maret 1995 bersama Riri Riza. Di awal berdirinya, Miles Films fokus memproduksi film-film televisi dan dokumenter. Mira dan Riri membuat wadah pelatihan bagi para seniman muda berbakat yang ingin sukses membuat video musik dan iklan TV.[3]

Reputasi Miles Films meroket berkat kesuksesan Mira menyutradarai seri dokumenter berjudul Anak Seribu Pulau yang terdiri dari 13 episode. Dokumenter ini disiarkan di lima stasiun televisi swasta dan mendapat sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat dan kritikus film.[3]

Pada tahun 1999 Mira membuat debut film panjangnya dengan film Kuldesak, yang ia sutradarai bersama Rizal Mantovani, Riri Riza dan Nan Achnas.[4] Tahun berikutnya ia memproduseri Petualangan Sherina.[1] Saat itu industri perfilman Indonesia sedang merosot, dan beberapa sineas menertawakan upaya Mira tersebut dengan mengatakan bahwa film tersebut tidak bisa membawa keuntungan; keduanya namun, sukses di pasaran.[5] Tahun 2002 Mira merilis film Ada Apa dengan Cinta?, diproduseri bersama dengan Riri Riza.[3] Iwan Setiawan, dalam tulisannya di The Jakarta Post, menggambarkan film-film ini sebagai film yang memulai pemulihan industri film Indonesia.[1]

Mira Lesmana (kiri) dengan rekannya sutradara dan produser Riri Riza pada tahun 2013.

Mira memproduseri Gie, sebuah film biografi aktivis Soe Hok Gie, pada tahun 2005.[4] Tahun berikutnya Mira menjadi anggota pendiri Masyarakat Film Indonesia (Masyarakat Film Indonesia), yang berusaha untuk mengubah undang-undang sensor di Indonesia.[1] Petisi kelompok itu akhirnya tidak berhasil.[4] Juga pada tahun 2006 ia memproduseri film Garasi, sebuah film yang dibintangi oleh Aries Budiman, Ayu Ratna, dan Fedi Nuril. Para pemain bersatu kembali untuk membentuk band Garasi pada tahun 2007, yang merupakan salah satu aksi pertama yang ditandatangani oleh perusahaan rekaman baru Lesmana, Miles Music. Tahun itu pula ia memproduseri 3 Hari untuk Selamanya; lagu tema film ini diproduksi oleh Float, band lain di Miles Music.[6]

Pada 2008 Mira memproduseri film Laskar Pelangi, sebuah adaptasi dari novel tahun 2007 karya Andrea Hirata dengan judul yang sama.[7] Pada tahun yang sama ia terus menekan undang-undang sensor film baru, yang berakhir dengan pemerintah mengeluarkan undang-undang baru pada tahun 2009.[4] Tahun berikutnya dia memproduseri Sang Pemimpi, sekuel Laskar Pelangi berdasarkan novel dengan judul sama.[8] Pada tahun 2010 Mira menulis dua puluh lagu untuk adaptasi panggung musikal Laskar Pelangi, sebuah proyek yang juga melibatkan Erwin Gutawa, Jay Subiyakto, dan Hartandi.[7]

Atambua 39° Celsius, sebuah film tentang pengungsi yang tinggal di Atambua, mulai syuting pada tahun 2012.[9] Film ini sebagian didanai melalui pendanaan kerumunan dan ditayangkan perdana di Festival Film Internasional Tokyo.[10] Tahun berikutnya, ia merilis film Sokola Rimba yang memenangkan Piala Maya kategori Film Terbaik.[11]

Mira (kanan) bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim pada Festival Film Indonesia 2019.

Produksi Mira yang paling mahal sejak 2017 hingga saat ini adalah Pendekar Tongkat Emas (2014), film seni bela diri yang disutradarai oleh Ifa Isfansyah. Dibintangi oleh Eva Celia, Nicholas Saputra, dan Reza Rahadian, film ini diperkirakan memiliki anggaran sebesar 25 miliar rupiah.[12]

Pada 2016, Mira memproduseri Ada Apa dengan Cinta? 2, sekuel film Ada Apa dengan Cinta. Seperti pendahulunya, film ini menjadi hit dengan penonton, dan per Juni 2016 telah ditonton lebih dari 3,6 juta penonton.[13] Juga pada tahun yang sama, Mira merilis Athirah, sebuah film yang terinspirasi dari kehidupan ibunda Wakil Presiden Jusuf Kalla.[14] Film ini memenangkan Piala Citra Festival Film Indonesia 2016 dan Piala Maya untuk Film Terbaik dan telah diputar di beberapa festival film internasional dengan ulasan positif.[15][16][17]

Film-film lain yang diproduseri Mira antara lain Kulari ke Pantai (2018), Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga (2018) yang merupakan sekuel dari film Ada Apa dengan Cinta? 2, Bebas (2019) yang merupakan adaptasi dari film Korea Selatan berjudul Sunny, dan Humba Dreams (2019) yang mengisahkan tentang perjalanan seorang mahasiswa perfilman Jakarta yang pulang ke kampung halamannya di Sumba, Nusa Tenggara Barat untuk mewujudkan mimpinya. Film Humba Dreams meraih 6 nominasi dalam Festival Film Indonesia 2020 dan berhasil meraih Piala Citra untuk Penata Musik Terbaik (Aksan Sjuman).[18]

Filmografi

sunting

Penghargaan dan Nominasi

sunting
TahunPenghargaanKategoriKarya yang dinominasikanHasil
2002Festival Film BandungFilm TerpujiAda Apa Dengan Cinta?Menang
Skenario TerpujiMenang
2004Festival Film IndonesiaFilm Cerita Panjang TerbaikNominasi
2005GieMenang
2009Asian Film AwardsAFA Trophy (Best Film)Laskar PelangiNominasi
2010Festival Internacional de Cine para la Infancia y la JuventudTambores de Hojalata (Best Film by the Spanish Youth Jury)Sang PemimpiMenang
Singapore International Film FestivalFilm Pilihan NETPAC (NETPAC Critics Award)Menang
2015Festival Film BandungFilm TerpujiPendekar Tongkat EmasNominasi
2016Festival Film IndonesiaFilm Cerita Panjang TerbaikAthirahMenang
2017Indonesian Box Office Movie AwardsFilm Box Office TerbaikAda Apa dengan Cinta? 2Nominasi
2018Festival Film IndonesiaPenulis Skenario Asli TerbaikKulari ke PantaiNominasi
2019Penulis Skenario Adaptasi TerbaikBebasNominasi
2020Piala MayaFilm Independen Non-Bioskop Reguler TerpilihHumba DreamsMenang
Festival Film IndonesiaFilm Cerita Panjang TerbaikNominasi
2021ParanoiaNominasi

Referensi

sunting
Catatan kaki
Daftar pustaka

Pranala luar

sunting