Gelombang Mu


Ritme sensorimotor mu, juga dikenal sebagai gelombang mu, adalah pola sinkronisasi aktivitas listrik yang melibatkan sejumlah besar neuron yang mungkin dari jenis piramidal dan berada pada bagian otak yang mengontrol gerakan yang disengaja.[1] Pola sinkronisasi ini diukur dengan elektroensefalografi (EEG), magnetoensefalografi (MEG), atau elektrokortikography (ECoG), secara berulang pada frekuensi 7,5-12,5 (dan terutama 9-11) Hz, dan dapat terlihat dengan jelas ketika tubuh beristirahat secara fisik.[1] Tidak seperti gelombang alfa yang terjadi pada frekuensi yang sama di atas korteks visual ketika beristirahat di bagian belakang kulit kepala, gelombang mu ditemukan di atas korteks motorik yang berada dalam sel pita dari telinga kanan ke telinga kiri. Gelombang mu dapat ditekan ketika seseorang melakukan gerakan motorik. Penekanan ini disebut desinkronisasi gelombang, yang mana itu disebabkan karena bentuk gelombang EEG yang sinkron karena keaktifan dari sejumlah neuron. Gelombang mu bahkan dapat ditekan ketika seseorang mengamati orang lain melakukan gerakan motorik atau mengamati gerakan abstrak yang berasal dari sesuatu yang memiliki kenampakan biologis. Peneliti seperti VS Ramachandran, dkk. berpendapat bahwa fenomena ini adalah tanda bahwa sistem neuron cermin memiliki pengaruh dalam penekanan gelombang mu,[2][3] meskipun ada banyak pihak yang tidak setuju pada pendapat tersebut.[4]

Single lead EEG readout
Satu sampel kedua dari osilasi alfa EEG. Ritme ini terjadi pada frekuensi yang mirip dengan ritme mu, meskipun osilasi alfa terdeteksi di bagian otak yang berbeda.
Left motor cortex highlighted on the brain
Korteks motorik kiri, atau BA4, disorot dengan warna hijau pada tampilan lateral kiri otak ini. Ini adalah area di mana ritme mu terdeteksi secara bilateral.

Gelombang mu dianggap cukup menarik bagi berbagai ilmuwan. Para ilmuwan yang mempelajari perkembangan saraf, tertarik dengan detail perkembangan gelombang mu pada masa bayi dan kanak-kanak serta perannya dalam pembelajaran.[5] Ketika sekelompok peneliti percaya bahwa gangguan spektrum autisme (ASD) sangat dipengaruhi oleh sistem neuron cermin yang berubah[2][6][7] dan juga indikasi akhir dari aktivitas neuron cermin adalah penekanan gelombang mu,[3] maka banyak dari para ilmuwan ini akhirnya berminat dalam penelitian gelombang mu terutama pada orang yang mengidap gangguan spektrum autisme. Berbagai peneliti juga berupaya menggunakan gelombang mu untuk mengembangkan teknologi baru seperti antarmuka otak-komputer (BCI). Dengan munculnya sistem BCI, para dokter atau psikiater diharapkan dapat memberikan metode komunikasi baru bagi para penyandang disabilitas berat serta menyediakan sarana untuk memanipulasi dan menavigasi lingkungan para penyandang disabilitas berat tersebut.[8]

Neuron cermin

sunting

Sistem neuron cermin terdiri dari sebuah golongan neuron yang pertama kali dipelajari pada tahun 1990-an pada makaka.[7] Sebuah penelitian telah menemukan rangkaian neuron yang aktif ketika makaka-makaka ini melakukan pekerjaan-pekerjaan sederhana dan juga ketika para makaka tersebut melihat makaka yang lain melakukan pekerjaan sederhana yang sama.[9] Aktifnya neuron tersebut menunjukkan bahwa neuron berperan dalam memetakan gerakan orang lain ke dalam otak tanpa harus melakukan gerakan secara fisik. Kumpulan neuron ini kemudian disebut neuron cermin dan dapat membentuk sistem neuron cermin. Gelombang Mu ditekan ketika neuron ini aktif, yang mana penekanan itu adalah sebuah fenomena yang memungkinkan peneliti untuk mempelajari aktivitas neuron cermin pada manusia.[10] Ada bukti bahwa neuron cermin ada pada manusia dan juga pada hewan non-manusia. Girus fusiformis kanan, lobulus parietal inferior kiri, korteks parietal anterior kanan, dan girus frontal inferior kiri saat ini merupakan objek yang menjadi perhatian khusus dalam penelitian neuron cermin.[7][11][12] Beberapa peneliti percaya bahwa penekanan gelombang mu dapat menjadi konsekuensi dari aktivitas neuron cermin di seluruh otak, dan mewakili pemrosesan integratif tingkat tinggi yang ada pada aktivitas neuron cermin.[3] Pengujian pada monyet (menggunakan teknik pengukuran invasif) dan manusia (menggunakan EEG dan fMRI) telah membuktikan bahwa neuron cermin ini bukan hanya aktif selama mereka melakukan gerakan motorik dasar, tetapi juga memiliki komponen yang berhubungan dengan niat atau tujuan.[13] Terdapat bukti mengenai peran penting neuron cermin pada manusia, dan gelombang mu dapat mewakili koordinasi tingkat tinggi dari neuron cermin tersebut.[3]

Perkembangan

sunting

Konseptualisasi gelombang mu sangat bermanfaat dalam penggunaan pediatrik. Hal ini disebabkan karena konseptualisasi tersebut dapat menunjukkan bahwa penekanan gelombang mu adalah representasi dari aktivitas yang terjadi di otak, dan dapat dideteksi di jaringan frontal dan parietal.[3] Osilasi yang beristirahat menjadi tertekan selama pengamatan informasi sensorik seperti pada suara atau pemandangan, dan ini biasanya terjadi di wilayah kortikal frontoparietal (motor).[3] Gelombang mu terdeteksi selama masa bayi ketika bayi menginjak usia empat sampai enam bulan yang mana pada usia tersebut, frekuensi puncak gelombang bisa mencapai serendah 5,4 Hz.[5][14] Ada peningkatan pesat dalam frekuensi puncak pada tahun pertama bayi tersebut lahir,[14] dan pada usia dua tahun, frekuensi itu biasanya dapat mencapai 7,5 Hz.[11] Frekuensi puncak gelombang mu meningkat seiring bertambahnya usia hingga dewasa. Ketika seseorang mencapai masa dewasa, gelombang mu dapat mencapai frekuensi akhir dan stabil pada 8–13 Hz.[5][11][14] Frekuensi yang bervariasi ini diukur sebagai aktivitas di sekitar sulkus sentral yang berada di dalam korteks Rolandic.[3]

Gelombang Mu dianggap sebagai indikasi perkembangan kemampuan bayi untuk meniru. Ini merupakan hal yang penting karena kemampuan meniru berperan penting dalam pengembangan keterampilan motorik, penggunaan alat, dan pemahaman informasi kausal melalui interaksi sosial.[11] Meniru merupakan bagian integral dalam pengembangan keterampilan sosial dan pemahaman isyarat nonverbal.[5] Hubungan sebab akibat dapat dinalar melalui pembelajaran sosial tanpa memerlukan pengalaman langsung. Dalam eksekusi tindakan, gelombang mu hadir pada bayi dan orang dewasa sebelum dan sesudah melaksanakan pekerjaan motorik dan desinkronisasi yang menyertai eksekusi tindakan tersebut. Saat melakukan tindakan yang berorientasi pada tujuan, bayi akan menunjukkan tingkat desinkronisasi yang lebih tinggi daripada orang dewasa. Seperti halnya eksekusi tindakan, selama pengamatan tindakan, gelombang mu pada bayi menunjukkan desinkronisasi yang lebih besar derajatnya daripada yang ada pada orang dewasa.[5] Kecenderungan perubahan derajat desinkronisasi ini, menjadi ukuran perkembangan gelombang mu hingga mencapai masa dewasa, meskipun sebagian besar perubahan terjadi selama tahun pertama bayi ketika lahir.[14] Memahami pembagian mekanisme antara persepsi tindakan dan eksekusi tindakan pada tahun-tahun awal kehidupan si bayi memiliki implikasi penting untuk perkembangan bahasa. Pembelajaran dan pemahaman bahasa melalui interaksi sosial berasal dari meniru gerakan serta bunyi vokal. Berbagi pengalaman untuk melihat suatu objek atau peristiwa dengan orang lain dapat menjadi kekuatan dalam perkembangan bahasa.[15]

Autisme

sunting

Autisme adalah gangguan yang berhubungan dengan kekurangan dalam aspek sosial dan komunikasi. Penyebab tunggal autisme belum dapat diidentifikasi, tetapi gelombang mu dan sistem neuron cermin dipelajari secara khusus mengenai peran kedua hal tersebut dalam gangguan autisme. Pada individu yang umumnya masih berkembang, sistem neuron cermin merespons ketika mereka melihat seseorang melakukan pekerjaan atau ketika dirinya sendiri yang melakukan pekerjaan. Pada individu yang mengidap autisme, neuron cermin menjadi aktif (dan akibatnya gelombang mu ditekan) hanya ketika pengidap autisme melakukan pekerjaan itu sendiri dan tidak aktif ketika mengamati orang lain saat melakukan pekerjaan.[6][16] Temuan ini telah menyebabkan beberapa ilmuwan, terutama VS Ramachandran, dkk. melihat autisme sebagai gangguan dalam memahami niat dan tujuan orang lain karena adanya masalah dengan sistem neuron cermin.[7] Kekurangan ini akan menjelaskan betapa sulitnya penyandang autisme dalam berkomunikasi dan memahami orang lain. Pada umumnya, sebagian besar studi tentang sistem neuron cermin dan gelombang mu pada pengidap autisme berfokus pada tugas motorik sederhana. Meski begitu, beberapa ilmuwan berspekulasi bahwa studi tersebut dapat diperluas untuk menunjukkan bahwa masalah dengan sistem neuron cermin sangat mendasari kurangnya aspek kognisi dan sosial yang ada pada pengidap autisme.[2][6]

Besaran aktivasi fMRI di girus frontal inferior meningkat seiring bertambahnya usia pada orang yang mengidap autisme, tetapi tidak pada individu yang normal. Lebih jauh lagi, aktivasi yang lebih besar dapat berhubungan dengan jumlah kontak mata yang lebih banyak dan fungsi sosial yang lebih baik.[17] Para ilmuwan percaya bahwa girus frontal inferior adalah salah satu saraf utama yang berkorelasi dengan sistem neuron cermin pada manusia dan sering dikaitkan dengan kekurangan yang terkait dengan autisme.[12] Temuan ini menunjukkan bahwa sistem neuron cermin mungkin tidak berfungsi pada individu dengan autisme, dan juga perkembangannya terjadi secara tidak normal. Informasi ini penting untuk diskursus di zaman sekarang karena gelombang mu mungkin mengintegrasikan berbagai area aktivitas neuron cermin pada otak.[3] Penelitian lain juga berusaha melakukan upaya untuk merangsang sistem neuron cermin secara sadar dan menekan gelombang mu menggunakan umpan balik saraf yang ditunjukkan dari EEG gelombang mu. Jenis terapi ini masih dalam tahap awal implementasi untuk individu dengan autisme, dan dapat berpotensi gagal untuk memberikan hasil yang akurat.[18][19]

Antarmuka otak-komputer

sunting

Antarmuka otak-komputer (BCI) adalah teknologi kedokteran yang masih dalam tahap perkembangan. Teknologi ini menjadi harapan para dokter agar penyandang cacat fisik yang parah dapat hidup secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Teknologi ini dapat membantu orang yang memiliki kelumpuhan total atau hampir total seperti mereka yang menderita tetraplegia (quadriplegia) atau sklerosis lateral amiotrofik (ALS). BCI dimaksudkan untuk membantu para penyandang disabilitas tersebut untuk berkomunikasi atau bahkan memindahkan objek seperti kursi roda bermotor, neuroprostesis, serta alat penggenggam robot.[20] Beberapa jenis dari teknologi BCI saat ini digunakan secara reguler oleh penyandang disabilitas, tetapi beberapa jenis teknologi yang lain masih dalam tahap percobaan.[21] Salah satu jenis dari BCI adalah teknologi yang menggunakan sistem event-related desynchronization (ERD) dari gelombang mu untuk mengontrol komputer.[22] Metode pemantauan aktivitas otak ini memiliki kelebihan karena ketika sekelompok neuron di dalam otak masih dalam keadaan istirahat, sekelompok neuron itu akan cenderung sinkron secara aktif satu sama lain. Ketika seorang peserta diberi isyarat untuk membayangkan gerakan, desinkronisasi yang dihasilkan akhirnya dapat dideteksi dan dianalisis oleh komputer. Pengguna antarmuka kemudian dilatih dalam memvisualisasikan gerakan, seperti gerakan kaki, tangan, dan lidah, yang mana semua itu terletak di lokasi berbeda pada homunkulus kortikal. Teknologi BCI tersebut sebenarnya cukup berbeda dari rekaman aktivitas elektroensefalograf (EEG) atau elektrokortikograf (ECoG) yang lebih berfokus pada korteks motorik.[23] Dalam teknologi ini, komputer dapat memantau pola khusus gelombang mu menggunakan sistem ERD kontralateral dengan gerakan yang divisualisasikan. Metode ini dapat dikombinasikan dengan sinkronisasi terkait peristiwa (ERS) pada jaringan neuron yang ada pada sekitar gelombang Mu. Pola yang berpasangan ini kemudian dapat didalami dengan beberapa pelatihan.[21][24] Pelatihan-pelatihan yang ada kemudian dapat meningkat ke dalam bentuk permainan, semisal dengan memanfaatkan realitas virtual.[24] Beberapa peneliti telah menemukan bahwa umpan balik dari permainan realitas virtual sangat efektif dalam memberikan kemampuan kepada pengguna untuk meningkatkan kontrol pola gelombang mu yang mereka miliki.[24] Metode ERD dapat dikombinasikan dengan satu atau lebih metode lain untuk memantau aktivitas listrik otak untuk membuat BCI hibrida. Kombinasi tersebut dapat menawarkan lebih banyak fleksibilitas daripada BCI yang menggunakan metode pemantauan tunggal.[25]

Sejarah

sunting

Gelombang Mu pada awalnya dipelajari sejak tahun 1930-an. Ia pernah disebut sebagai ritme gawang karena gelombang EEG yang membulat menyerupai gawang helipad ketika gelombang Mu terlihat. Pada tahun 1950, Henri Gastaut dan rekan kerjanya melaporkan desinkronisasi dari gelombang Mu. Desinkronisasi tersebut terjadi tidak hanya selama subjek melakukan gerakan aktif, tetapi juga saat subjek mengamati tindakan yang dilakukan oleh orang lain.[26] Hasil ini kemudian dikonfirmasi oleh kelompok penelitian lain,[27] termasuk studi menggunakan grid elektroda subdural pada pasien epilepsi. Studi terakhir menunjukkan penekanan gelombang mu saat pasien mengamati bagian tubuh yang bergerak di area somatik korteks yang mana itu berhubungan dengan bagian tubuh yang digerakkan oleh peraga. Studi lebih lanjut kemudian menunjukkan bahwa gelombang mu dapat disinkronkan dengan membayangkan tindakan seseorang.[28][29] Gelombang Mu juga dapat menjadi sinkron ketika subjek secara pasif melihat gerakan biologis titik-cahaya.[30]

Lihat juga

sunting

Gelombang otak

sunting
  • Gelombang Delta – (0,1 – 3 Hz)
  • Gelombang Theta – (4 – 7 Hz)
  • Gelombang Alfa – (8 – 12)
  • Gelombang Mu – (8 – 13 Hz) [31]
  • Gelombang SMR – (12,5 – 15,5 Hz)
  • Gelombang Beta – (16 – 31 Hz)
  • Gelombang Gamma – (32 – 100 Hz)

Referensi

sunting